Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

TENTANG KAMI

Foto Saya
SMAN 1 ANJIR PASAR
marabahan, kalimantan selatan, Indonesia
Lihat profil lengkapku

twitter

CHAT


ShoutMix chat widget
Diberdayakan oleh Blogger.
free counters

SELAMAT DATANG

kumpulan lagu

Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis
Jumat, 27 Agustus 2010

Sejarah Indonesia (1966-1998)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Masa Jabatan Presiden Suharto
Pada 1968MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 19731978198319881993, dan 1998.
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebutlustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelarMahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan BaratDPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan GolkarTNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsaisecara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisimendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkantransmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti JawaBali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke KalimantanSulawesiTimor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
§  Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
§  Sukses transmigrasi
§  Sukses KB
§  Sukses memerangi buta huruf
§  Sukses swasembada pangan
§  Pengangguran minimum
§  Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
§  Sukses Gerakan Wajib Belajar
§  Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
§  Sukses keamanan dalam negeri
§  Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
§  Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
§  Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
§  Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
§  Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
§  Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
§  Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
§  Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
§  Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
§  Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
§  Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
§  Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
§  Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
§  Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertaikemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman


Reformasi


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari
Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa.
Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru
Kendati demikian, kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Untuk keterangan lebih lanjut, lihat: Indonesia: Era Reformasi.


Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas(Dialihkan dari BPUPKI)

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.

Rapat Pertama
                 Gedung Volksraad di tahun 1925Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada jaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:
1.peri kebangsaan
2.peri ke Tuhanan
3.kesejahteraan rakyat
4.peri kemanusiaan
5.peri kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
1.persatuan
2.mufakat dan demokrasi
3.keadilan sosial
4.kekeluargaan
5.musyawarah

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:[2]
a. kebangsaan Indonesia
b. internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. mufakat atau demokrasi
d. kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan yang Maha Esa

Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:

a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda.

Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.

Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
          Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
1.Ir. Soekarno (ketua)
2.Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3.Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4.Mr. Muhammad Yamin (anggota)
5.KH. Wachid Hasyim (anggota)
6.Abdul Kahar Muzakir (anggota)
7.Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8.H. Agus Salim (anggota)
9.Mr. A.A. Maramis (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya b. Kemanusiaan yang adil dan beradab c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rapat Kedua

Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.[3][4]

Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
1.Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
2.Mr. Wongsonegoro
3.Mr. Achmad Soebardjo
4.Mr. A.A. Maramis
5.Mr. R.P. Singgih
6.H. Agus Salim
7.Dr. Soekiman

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

Susunan keanggotaan BPUPKI

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar anggota BPUPKI-PPKI

1.KRT Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
2.R.P. Soeroso (Wakil Ketua)
3.Hibangase Yosio (Wakil Ketua) - orang Jepang
4.Ir. Soekarno
5.Drs. Moh. Hatta
6.Mr. Muhammad Yamin
7.Prof. Dr. Mr. Soepomo
8.KH. Wachid Hasjim
9.Abdoel Kahar Muzakir
10.Mr. A.A. Maramis
11.Abikoesno Tjokrosoejoso
12.H. Agoes Salim
13.Mr. Achmad Soebardjo
14.Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djajadiningrat
15.Ki Bagoes Hadikoesoemo
16.AR Baswedan
17.Soekiman
18.Abdoel Kaffar
19.R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
20.KH. Ahmad Sanusi
21.KH. Abdul Halim

Di antara para anggotanya terdapat lima orang keturunan Tionghoa, yaitu

1.Liem Koen Hian
2.Tan Eng Hoa
3.Oey Tiang Tjoe
4.Oey Tjong Hauw
5.Drs. Yap Tjwan Bing.

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog

Blog ini kami buat karena ingin membagi pengetahuan dengan teman-teman di Sekolah SMAN 1 Anjir Pasar maupun diluar sekolah yang ada di Indonesia.Blog kami yang sederhana terdapat materi,info,profil,dll.blog ini dibuat dengan harapan Siswa SMAN 1 Anjir Pasar maupun Siswa Indonesia mudah berkumunikasi lewat teknologi seperti Hal nya Blog ini.Selamat Datang

aku cinta indonesia

jam

Islamic Calendar

teman

situs pendidikan

klik gambar dibawah ini