Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

TENTANG KAMI

Foto Saya
SMAN 1 ANJIR PASAR
marabahan, kalimantan selatan, Indonesia
Lihat profil lengkapku

twitter

CHAT


ShoutMix chat widget
Diberdayakan oleh Blogger.
free counters

SELAMAT DATANG

kumpulan lagu

Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis
Jumat, 27 Agustus 2010

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ANJIR PASAR MELALUI MODEL GISEM PADA MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT


A.    BIDANG KAJIAN
Pembelajaran Kimia

B.     PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembelajaran saat ini harus mengalami perubahan, dimana siswa tidak boleh lagi dianggap sebagai obyek pembelajaran semata tetapi harus diberikan peran aktif serta dijadikan mitra dalam proses pembelajaran sehingga siswa bertindak sebagai agen pembelajar yang aktif sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif.
Ilmu kimia sebagai salah satu bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sudah mulai diperkenalkan kepada siswa sejak dini. Mata pelajaran kimia menjadi sangat penting kedudukannya dalam masyarakat karena kimia selalu berada di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Kimia adalah satu mata pelajaran yang mempelajari mengenai materi dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Namun selama ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti pelajaran kimia. Hal ini tidak terlepas dari materi yang dipelajari dalam kimia lebih bersifat abstrak.

Selama ini metode pengajaran kimia di sekolah cenderung hanya berjalan satu arah, di mana guru yang lebih banyak aktif memberikan informasi kepada siswa. Dalam proses pembelajaran kimia di SMA Negeri 1 Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala sudah dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan hasil belajar kimia tidak hanya dengan menggunakan metode ceramah, tapi juga dengan pembelajaran berbasis praktikum di laboratorium.
Materi Sifat Koligatif Larutan merupakan materi pertama yang didapatkan siswa semenjak dia duduk di kelas XII Program Ilmu Alam (IPA) dan banyak berkaitan dengan gejala-gejala kimia dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini berisi konsep atau teori dan hitungan yang biasanya diajarkan dengan metode utama ceramah, eksperimen, tanya jawab ataupun latihan bersama. Namun ternyata masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan konsep sifat koligatif larutan baik teoritis maupun hitungannya, sehingga pada saat evaluasi dilaksanakan nilai yang diperoleh siswa tidak memenuhi standar ketuntasan minimal baik secara perorangan maupun klasikal.
Oleh karena itu, tantangan bagi peneliti untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan mampu meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa selama proses pembelajaran. Penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang merangsang minat siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mampu melakukan hitungan berkaitan dengan materi Sifat Koligatif Larutan, khususnya sifat koligatif larutan elektrolit. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif dengan metode Investigasi Kelompok  atau Group Investigation disingkat GI.
Metode Group Investigation (GI) ini dalam pelaksanaannya adalah mengajak siswa untuk belajar secara berkelompok dengan anggota kelompok yang berasal dari campuran tingkat kecerdasan dan jenis kelamin. Tujuan dari pembagian kelompok dengan ketentuan tersebut adalah agar dalam satu kelompok terdapat siswa yang lebih unggul sehingga apabila ada anggota kelompok yang mengalami kesulitan siswa tersebut dapat membantu menyelesaikannya. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Selain penggunaan metode Group Investigation diikuti dengan  menggunakan Metode Latihan Berstruktur atau Structure Exercise Methode  disingkat SEM, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi yang sedang dipelajari terutama untuk materi hitungannya. Pada metode ini guru terlebih dahulu menekankan kembali materi yang sudah dipelajari melalui investigasi kelompok, selanjutnya memberikan latihan soal kepada siswa dimulai dari soal dengan tingkat kesulitan rendah dan dilanjutkan ke soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Diharapkan dengan penggabungan kedua metode ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, sehingga peneliti menyebutnya sebagai model GISEM yang berarti kombinasi metode Group Investigation (GI) dan Structure Exercise Methode (SEM).
 

2.      Rumusan dan Pemecahan Masalah

2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut :
1.      Apakah pembelajaran melalui model GISEM (Group Investigation dan Structure Exercise Methode) dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit?
2.      Apakah pembelajaran melalui model GISEM dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit?
3.      Bagaimana respon siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar dalam pembelajaran dengan model GISEM pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit?

2.2 Pemecahan Masalah
Dari rumusan masalah tersebut di atas, untuk meningkatkan ketuntasan belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran direncanakan beberapa tahapan tindakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi kegiatan dengan menggunakan metode :
a.       Group Investigation (GI) untuk menggali informasi dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi antar siswa dengan membaginya dalam kelompok-kelompok.
b.      Setelah pembahasan materi dalam kelompok selesai digunakan dilanjutkan dengan penggunaan metode Structure Exercise Methode (SEM) untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi yang dibahas.
Untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap materi pembelajaran yang dibahas digunakan angket.

3.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui :
1.      Bagaimana ketuntasan belajar siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar melalui model GISEM (Group Investigation dan Structure Exercise Methode) pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit.
2.      Bagaimana aktivitas siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar melalui model GISEM pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit.
3.      Bagaimana respon siswa kelas XII SMA Negeri 1 Anjir Pasar dalam pembelajaran melalui model GISEM pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit.

4.  Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a.       Bagi guru, dapat dijadikan sebagai metode pengajaran alternatif, sehingga keterlibatan siswa selama proses pembelajaran dapat meningkat dan siswa menjadi termotivasi dalam belajar.
b.      Bagi siswa, dapat meningkatkan peran aktif siswa selama proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat saat diskusi berlangsung serta melatih siswa untuk bekerjasama, sehingga siswa menjadi senang selama pembelajaran.
c.       Bagi sekolah, dapat memberikan wacana baru untuk menerapkan metode pembelajaran yang lebih tepat.





C.    KAJIAN PUSTAKA


1.      Tinjauan Tentang Belajar dan Hasil Belajar
1.1 Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, mereka mengemukakan definisi belajar menurut pendapat mereka masing-masing.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan kemampuan, daya kreasi, daya penerimaan, dan lain-lain yang ada atau terjadi pada individu tersebut (Sudjana, 2004:28).
Menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2004:50-54) belajar adalah perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif (yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), ranah afektif (yaitu penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi) serta ranah psikomotorik (yaitu gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual atau ketepatan, gerakan-gerakan skill dan gerakan ekspresif dan interpretatif).
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).
Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:9) belajar adalah suatu perilaku di mana pada saat orang belajar responnya menjadi lebih baik.
Dari beberapa definisi tentang belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam diri seseorang baik itu mengenai pengetahuan atau sikap yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misal membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.

1.2     Hasil Belajar
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar mengajar, dan hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut sesuai dengan aspek-aspek tujuan belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Howard Kingsley dalam Sudjana membagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan citacita (Sudjana, 2001:22).
Hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang betujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kamampuan dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

1.3  Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
a.       faktor intern meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan)
b.      Faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

1.4  Belajar Tuntas
Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Hal ini disebut “masteri learning” artinya belajar tuntas atau penguasaan penuh (Nasution, 2003:36). Tujuan utama belajar tuntas adalah dikuasainya bahan-bahan oleh siswa yang sedang mempelajari bahan pelajaran tertentu secara tuntas. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh menurut Nasution (2003:38) adalah:
a) Bakat untuk mempelajari sesuatu
b) Mutu pengajaran
c) Kesanggupan untuk memahami pengajaran
d) Ketekunan
e) Waktu yang tersedia untuk belajar
Berdasarkan teori belajar tuntas, peserta didik dipandang tuntas belajar apabila ia mampu menguasai minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu mencapai minimal 65% sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut (Mulyasa,2004:99).

2.      Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa atau anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur (Lie, 2003:12).
Roger dan David Jhonson dalam Lie (2003:20) menjelaskan ada lima unsur pembelajaran kooperatif (pembelajaran gorong royong) yang harus diterapkan, yaitu:
a.       Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu kelompok sangant tergantung pada usaha dari setiap anggotanya.
b.      Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok atau siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
c.       Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka atau berdiskusi.
d.      Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan mengemukakan pendapat mereka dalam diskusi.
e.       Evaluasi proses kelompok
Setiap kelompok harus melakukan evaluasi hasil kerja sama mereka agar selanjutnya mereka dapat bekarja sama dengan lebih efektif.
      Dalam model pembelajaran kooperatif ini sebenarnya terdapat beberapa metode yang dapat dipakai, yaitu metode Investigasi Kelompok atau Group Investigation (GI), Student Teams Achivement Division (STAD), metode Team Games Tournament (TGT), dan metode Jigsaw. Keseluruhan metode tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran lebih banyak melibatkan siswa, sehingga peran aktif siswa dalam pembelajaran meningkat. Siswa bukan bertindak sebagai agen belajar saja, tetapi mereka juga dapat menemukan konsep sendiri mengenai materi yang diajarkan dengan saling berdiskusi bersama teman-temannya.

2.1 Metode Group Investigation (GI)
Model pembelajaran group investigation berawal dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, orang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Metode Group Investigation (GI) atau Investigasi Kelompok merupakan  salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif  yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.  Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling berargumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1.   Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2.   Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3.   Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode Group Investigation umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang  telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati, 2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 5 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2.      Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah 1) diatas.
3.      Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah 2). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4.      Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5.      Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.


6.      Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation dapat dilihat pada tabel berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30).
Tabel 1. Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation.
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

Hasil penelitian Su'ud, Mohamad Mambaus. 2009, dengan judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model GI (Group Investigation) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Geografi Pokok Bahasan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Kelas XI IPS III MAN Tulungagung I, menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat dari sebelum tindakan ke siklus I, dan dari siklus I ke siklus II, di mana persentase keberhasilan aktivitas siswa pada saat sebelum tindakan adalah 28,37% meningkat pada siklus I mencapai 50,00%, dan mencapai 83,33% pada silklus II. Peningkatan persentase juga ditunjukkan pada ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal, dimana persentase ketuntasan belajar sebelum tindakan adalah 33,33%, meningkat pada siklus I mencapai 59,52% dan 88,09% pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif model GI (Group Investigation) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa siswa kelas XI IPS III MAN Tulungagung I.

2.2 Structure Exercise Methode (SEM)
Structure Exercise Methode  atau yang dapat diartikan sebagai metode latihan berstruktur dalam bahasa Indonesia merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan berstruktur terhadap materi apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh ketrampilan tertentu. Rusmansyah (2000) dalam (Parwanti, 2007:16). Pemberian latihan dilaksanakan setelah siswa memperoleh konsep materi yang akan dilatihkan. Pada pelaksanaannya siswa terlebih dulu dibimbing oleh guru dengan memberikan soal-soal yang mudah dan setelah siswa dapat mengerjakan soal-soal tersebut, latihan dilanjutkan dengan pemberian soal-soal yang lebih sulit.
Dalam hal ini guru tidak melepaskan siswa begitu saja untuk menyelesaikan soal tersebut tetapi ikut membimbing siswa dalam menyelesaikannya, sehingga siswa akan berlatih untuk menyelesaikan soal secara sistematis dan runtut. Metode latihan berstruktur ini merupakan kombinasi dari metode pemecahan masalah dan metode latihan, di mana siswa akan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemuinya melalui latihan yang dibuat secara berstruktur.
Untuk penerapan metode latihan berstruktur pada materi sifat koligatif larutan ini, guru terlebih dahulu menjelaskan atau menekankan kembali mengenai konsep-konsep yang harus dipahami oleh siswa. Kemudian guru memberikan contoh latihan soal kepada siswa yang dimulai dari soal dengan tingkat kesulitan rendah ke soal dengan tingkat kesulitan tinggi. Setelah memberikan konsep dan latihan, guru menugaskan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis. Guru kemudian mengamati siswa dengan berkeliling kelas untuk mengetahui apakah siswa menemui kesulitan dalam mengerjakan latihan tersebut.
Apabila ternyata tidak ditemui suatu masalah, maka guru dapat melanjutkan ke latihan soal berikutnya dan diakhiri dengan memberikan latihan soal pada siswa. Demikian seterusnya hingga siswa benar-benar mengerti mengenai konsep sifat koligatif larutan elektrolit.
Hasil penelitian yang dilakukan di kelas VIII2 SMP Negeri 6 Kulisusu  pada pembelajaran matematika dengan menerapkan metode latihan berstruktur pada pokok bahasan bilangan berpangkat menunjukkan bahwa setiap siklus nilai siswa selalu meningkat, pada siklus I siswa yang memperoleh nilai 65 keatas ada 14 orang dari 36 atau sebanyak 38,89% siswa dinyatakan tuntas secara klasikal namun belum memenuhi indikator kinerja dan pada siklus II meningkat menjadi 18 orang dari 36 siswa memperoleh nilai 65 keatas atau sekitar 50% siswa dinyatakan mencapai ketuntasan belajar secara klasikal, namun juga belum mencapai indikator kinerja sedangkan pada siklus III jauh lebih mengalami peningkatan yaitu dari 18 orang menjadi 32 orang yang memperoleh nilai 65 keatas atau sebanyak 88,89% siswa dinyatakan tuntas secara klasikal dalam pembelajaran, dan hasil ini telah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan.

3.      Ruang Lingkup Materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
Sifat koligatif larutan adalah sifat suatu larutan yang hanya bergantung pada jumlah partikel (konsentrasi) zat terlarut dan tidak bergantung pada sifat partikel zat terlarut tersebut. Apabila jumlah partikel zat terlarut pada dua jenis larutan sama, maka sifat koligatif kedua larutan tersebut akan sama. Satuan konsentrasi yang digunakan untuk mempelajari sifat koligatif larutan adalah kemolaran, kemolalan, dan fraksi mol.
Sifat koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit meliputi penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik.
Zat elektrolit terionisasi  dalam larutan menghasilkan partikel-partikel yang lebih banyak daripada zat nonelektrolit yang sama konsentrasinya. Oleh karena itu, sifat koligatif larutan elektrolit mempunyai harga lebih besar daripada larutan nonelektrolit yang konsentrasinya sama. Banyaknya partikel zat terlarut hasil reaksi ionisasi larutan elektrolit dirumuskan dalam faktor van’t Hoff.
Perhitungan sifat koligatif larutan elektrolit hanya dikalikan faktor van’t Hoff (i) dari rumusan sifat koligatif larutan nonelektrolit, dengan        i = 1 + (n – 1) a,
di mana :         i           =  faktor van’t Hoff                                                                            n          =  jumlah koefisien kation dan anion
a          =  derajat ionisasi (untuk elektrolit kuat a = 1)
3.1 Penurunan Tekanan Uap
Molekul-molekul zat cair yang meninggalkan permukaan menyebabkan adanya tekanan uap zat cair. Makin mudah molekul-molekul zat cair berubah menjadi uap, makin tinggi pula tekanan uap zat cair. Apabila ke dalam zat cair tersebut dilarutkan zat terlarut yang tidak menguap, maka partikel-partikel zat terlarut ini akan menghalangi penguapan molekul-molekul zat cair. Akibatnya, tekanan uap zat akan menurun.
Harga tekanan uap pelarut pada larutan (P) akan selalu lebih kecil dari tekanan uap pelarut pada pelarut murni (Po). Makin banyak zat terlarut, makin besar pula penurunan tekanan uap (DP).
Hubungan antara keduanya dirumuskan oleh Raoult yaitu perbedaan antara tekanan uap pelarut murni (Po) dan tekanan uap larutan (P) hanya bergantung pada fraksi mol yang dapat dinyatakan dalam persamaan (untuk larutan non elektrolit) :
D P  =  Po . XB  ,
                        sedangkan untuk larutan elektrolit dikalikan faktor van’t Hoff
                                    D P  =  Po . XB . i
3.2 Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik Beku
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan luar (tekanan yang dikenakan pada permukaan cairan). Dari hasil eksperimen yang dilakukan pada penentuan titik didih larutan, ternyata titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya. Hal ini disebabkan adanya partikel-partikel zat terlarut dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel terlarut. Oleh karena itu, untuk penguapan partikel-partikel terlarut diperlukan energi yang lebih besar.
Perbedaan titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni tersebut disebut kenaikan titik didih (DTb). Raoult mengemukakan bahwa kenaikan titik didih suatu larutan berbanding lurus dengan molalitas larutan dikalikan dengan tetapan kenaikan titik didih molalnya (Kb). Hukum ini dirumuskan sebagai berikut :
                                                DTb      =  Kb. m           (non elektrolit)
                                                DTb      =  Kb. m. i        (elektrolit)
Jika air sebagai pelarut murni didinginkan maka pada suhu 0oC air tersebut akan membeku. Kemudian jika ke dalam air ditambahkan zat terlarut, maka pada suhu 0oC ternyata belum membeku. Turunnya suhu titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya disebut penurunan titik beku larutan (DTf).
                        Penurunan titik beku larutan dirumuskan oleh Raoult sebagai berikut :
                                                DTf       =  Kf. m           (non elektrolit)
                                                DTf       =  Kf. m.i         (elektrolit)
                        Kf merupakan tetapan penurunan titik beku molal (oC/m)


3.3 Tekanan Osmotik
Osmosis merupakan proses perpindahan pelarut dari larutan yang lebih encer menuju larutan yang lebih pekat melalui selaput atau membran semipermebel. Membran ini hanya dapat ditembus oleh molekul-molekul pelarut dan menahan molekul-molekul terlarut. Aliran dari zat cair dari konsentrasi kecil menuju konsentrasi yang besar ini akan berhenti apabila telah terjadi kesetimbangan. Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran zat cair pada peristiwa osmosis disebut tekanan osmotik.
Menurut van’t Hoff, tekanan osmotik larutan encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan gas ideal, yaitu :
pV       =   nRT
Persamaan ini dapat diubah bentuknya menjadi :
p          =   MRT          (non elektrolit)
p          =   MRT . i      (elektrolit)
4.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan melihat kondisi siswa di sekolah tempat penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah model GISEM (Group Investigation dan Structure Exercise Methode) dapat meningkatkan ketuntasan belajar dan keaktifan siswa kelas XII pada materi Sifat Koligatif Larutan Elektrolit.
D.    METODE PENELITIAN
1.      Rancangan Penelitian

Perencanaan
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto dkk., 2006)

                       
                                               

Refleksi

SIKLUS  I

Pelaksanaan

Perencanaan

Refleksi

Hasil Penelitian
 
















Bagan 3.1. Rancangan Siklus Penelitian
Penelitian ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Hal ini telah memenuhi persyaratan sesuai dengan pendapat Suyitno (2005: 3) yang menyatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas perlu ada siklus kegiatan sekurang-kurangnya dua siklus, di mana pada setiap siklus kegiatan pembelajaran di mulai dari perencanaan, persiapan tindakan, pemantauan atau observasi, dan refleksi. Perencanaan pada kegiatan pembelajaran siklus I didasarkan pada identifikasi masalah yang ditemukan, apakah masalah tersebut terjadi karena kondisi pembelajaran siswa atau guru. Perencanaan tindakan untuk siklus II didasarkan pada hasil refleksi hasil belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I.

2.      Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala pada bulan Juni s.d. Agustus dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII IPA semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa dalam satu kelas yaitu 29 anak, yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan

3.      Faktor yang Diteliti
a.       Faktor Hasil Belajar, yaitu hasil belajar kimia siswa pada materi sifat koligatif larutan elektrolit yang dapat diukur dengan menggunakan tes setiap akhir siklus.
b.      Faktor Siswa, yaitu mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan respon terhadap model pembelajaran yang digunakan.

4.      Skenario Tindakan
Tindakan Kelas Siklus I terdiri dari 5 kali pertemuan (10x45 menit) dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif metode Group Investigation (GI) atau Investigasi Kelompok dipadukan dengan metode latihan berstruktur atau Structure Exercise Method (SEM) untuk materi sifat koligatif larutan elektrolit. Pertemuan pertama membahas penurunan tekanan uap dan penurunan titik beku, sedangkan pertemuan kedua membahas kenaikan titik didih dan tekanan osmotik.
Tindakan Kelas Siklus II dilaksanakan apabila nilai hasil belajar dalam 5 (lima) kali pertemuan tidak memenuhi indikator ketuntasan minimal.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk tiap siklus pembelajaran pada setiap pertemuan dalam skenario tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
a.       Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini guru melakukan rencana kegiatan sebagai
berikut:
1)      Menetapkan indikator pembelajaran materi sifat koligatif lerutan elektrolit.
2)      Menyusun rencana pembelajaran sebagai acuan pelaksanaan proses pembelajaran.
3)      Membuat skenario pembelajaran
4)      Menyusun lembar kerja siswa
5)      Menyusun lembar observasi aktivitas siswa.
6)      Menyusun tes akhir siklus
7)      Menyusun angket skala sikap untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan model “GISEM” pada materi sifat koligatif larutan elektrolit.
b.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya dengan rincian sebagai berikut :
1)      Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-6 anak berdasarkan heterogenitas.
2)      Peneliti memberikan ceramah singkat tentang materi/sub materi yang akan dipelajari dan menyerahkan kepada siswa untuk membagi sub materi/sub topik kepada setiap kelompok.
3)      Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan investigasi kelompok menganalisis dan mengevaluasi informasi data percobaan untuk membandingkan sifat koligatif larutan elektrolit dan nonelektrolit yang dilanjutkan dengan diskusi kelompok membedakan sifat koligatif latutan elektrolit dan non elektrolit.
4)      Peneliti memberikan bimbingan seperlunya selama proses diskusi.
5)      Presentasi hasil diskusi siswa, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa/kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi setiap kelompok
6)      Peneliti memberikan penguatan dan arahan seperlunya pada sesi akhir presentasi.
7)      Setelah selesai presentasi, peneliti memberikan contoh soal hitungan tentang sifat koligatif larutan elektrolit  mulai dari soal dengan tingkat kesulitan rendah ke soal dengan tingkat kesulitan tinggi
8)      Peneliti menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan sejenis secara berkelompok.
9)      Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk mengerjakan pekerjaannya di papan tulis.
10)  Peneliti bersama-sama kelompok lain mengevaluasi jawaban pertanyaan.
11)  Pada akhir pembelajaran peneliti membantu siswa untuk membuat simpulan materi pelajaran dan memberikan PR yang harus dikumpulkan dan akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
12)  Pada akhir siklus dilakukan tes akhir untuk mengetahui perkembangan siswa dalam bentuk obyektif tes. Hasil dari tes pada akhir siklus ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk tindakan berikutnya.
Tindakan yang sama juga dilakukan pada siklus berikutnya.
c.       Tahap Observasi
Proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi siswa dan guru dalam pembelajaran yang telah dibuat. Pada tahap ini aktivitas peneliti dan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung di pantau oleh guru mitra sebagai observer.
d.      Tahap Refleksi
Pada tahap ini data-data yang diperoleh dari tiap siklus dikumpulkan untuk dianalisis dan selanjutnya diadakan refleksi terhadap hasil analisis yang diperoleh sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Hasil belajar inilah yang nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan siklus berikutnya.

5.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Teknik tes dilakukan dengan memberikan serangkaian soal kepada siswa dan instrument soal yang berbentuk obyektif. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar yang dicapai siswa sesudah mengikuti pembelajaran pada setiap siklus pembelajaran. Teknik non tes dilakukan dengan melaksanakan observasi dan angket skala sikap siswa.
Observasi berguna untuk memperoleh data tentang kegiatan guru selama pembelajaran berlangsung dan kesan umum terhadap siswa sebagai cek silang terhadap keaktifan siswa, sedangkan teknik angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang respon siswa terhadap pembelajaran dengan model GISEM (Group Investigation dan Structure Exercise Methode).
                        Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1)      Melaksanakan tes awal.
2)      Melaksanakan pembelajaran dengan model GISEM (Group Investigation dan Structure Exercise Methode). Pada pembelajaran ini siswa belajar secara berkelompok. Observasi aktivitas siswa dilakukan oleh dua orang observer.
3)      Melaksanakan tes hasil belajar per individu.
4)      Membagikan angket respon siswa kepada setiap siswa di akhir siklus II.

6.      Pengembangan Instrumen Penelitian
Keberhasilan siswa pada materi sifat koligatif larutan elektrolit dalam dua siklus tersebut diukur dengan menggunakan instrument tes hasil belajar. Instrumen tes ini berbentuk soal obyektif yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada beberapa sumber. Instrumen soal obyektif berjumlah 20 soal dengan 5 pilihan jawaban yang terdiri dari 1 pilihan benar dan 4 jawaban pengecoh. Untuk mengetahui reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal digunakan alat uji analisis butir soal “AnatesV4”.
Teknik penskoran untuk instrumen tes obyektif ditentukan dengan cara member skor 1 (satu) untuk jawaban yang benar dan skor 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Penentuan nilai yang diperoleh masing-masing siswa dari tes hasil belajar menggunakan skala 100 dengan perhitungan sebagai berikut :
x 100
Siswa yang memperoleh nilai kurang dari 65 dinyatakan mengalami kesulitan belajar dan siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65 dinyatakan telah tuntas belajar.
Untuk mengukur ketuntasan belajar secara klasikal digunakan rumus :
            %
Ketuntasan belajar klasikal tercapai apabila persentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah seluruh siswa di dalam kelas.
Selain penelitian kemampuan akademik, penelitian ini juga mengukur aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi. Persentase minimal aktivitas siswa secara klasikal yang diharapkan sebesar 80 %.
Perhitungan tingkat perkembangan aktivitas siswa dilakukan dengan rumus :
Dengan kategori / kriteria penilaian sebagai berikut :
80% sd 100% = sangat baik
70% sd 79%   = baik
60% sd 69%   = cukup
≤ 59 %            = kurang
(Syah, 2004:148)
 Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model GISEM dilakukan melalui angket skala sikap. Angket yang digunakan adalah angket tertutup (closed form), di mana pilihan jawaban sudah disediakan sehingga siswa hanya memilih option jawaban sesuai keinginannya.



7.      Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah bahwa penelitian akan dinyatakan berhasil apabila sekurang-kurangnya 85% secara klasikal siswa telah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65 atau telah mengalami ketuntasan belajar pada pokok bahasan sifat koligatif larutan elektrolit dan aktivitas siswa selama pembelajaran mencapai 80 %.

E.     JADWAL PENELITIAN

No
Kegiatan
Bulan/Minggu ke-












Juni
Juli
Agustus











Keterangan
1
2
3
4

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5


1.
Penyusunan Proposal
x
















2.
Persiapan Penelitian


















à        Ijin Penelitian

x
















à        Membuat RPP dan Instrumen


x
x

x
x










3.
Pelaksanaan


















à        Siklus I


















Tindakan/Observasi







x
x
x








Evaluasi/Analisis dan Refleksi









x








à        Siklus II


















Tindakan/Observasi









x
x
x






Evaluasi/Analisis dan Refleksi












x




4.

Analisis Hasil













x




5.

Laporan Penelitian



















à        Draf laporan













x




à        Penggandaan laporan














x



à        Penyerahan laporan














x




F.     PERSONALIA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sendiri, biodata peneliti terlampir.
DAFTAR PUSTAKA


Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk : Guru, Bandung : Yrama
Widya

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi, Prof. Suhardjono, Prof. Supardi. 2006. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta : PT. Bumi Akasara.

Asrori, Mohammad, 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : CV Wacana Prima

Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta

Hidayat, Daris Taufik, dkk., 2007. Kimia 3. Jakarta : CV Graha Multi Grafika


Johnson, Lou Anne, 2008, Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta : PT
Macanan Jaya Cemerlang

Kiranawati, 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation).

Lie, Anita. 2003. Cooperative Learning. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia

Narudin, David, 2009. Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/20/pembelajaran-kooperatif-metode- group-investigation, 15 Mei 2010. 20:57

Parwanti, Renita Tri. 2007. Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X Dengan
Menggunakan Kombinasi Metode Student Teams Achivement Division (STAD) Dan Structure Exercise Methode (SEM) Di SMAN 16 Semarang. Skripsi, Universitas Negeri Semarang


Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT
Rineka Cipta

Sutresna Nana, 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung : Grafindo Media Pratama

 

Yasa, Doantara. 2008. Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI)
































0 komentar:

Posting Komentar

Tentang Blog

Blog ini kami buat karena ingin membagi pengetahuan dengan teman-teman di Sekolah SMAN 1 Anjir Pasar maupun diluar sekolah yang ada di Indonesia.Blog kami yang sederhana terdapat materi,info,profil,dll.blog ini dibuat dengan harapan Siswa SMAN 1 Anjir Pasar maupun Siswa Indonesia mudah berkumunikasi lewat teknologi seperti Hal nya Blog ini.Selamat Datang

aku cinta indonesia

jam

Islamic Calendar

teman

situs pendidikan

klik gambar dibawah ini